Daftar Blog Teman Saya
©2009
www.vrihatnolo.blogspot.com
Diberdayakan oleh Blogger.
Entri Populer
-
setelah kemarin FORINBA mengadakan pepe bisu di depan Istana Merdeka. DUKUNG SULTAN - Forum Intelektual Budayawan Jogjakarta (Forinba Jogja)...
-
Pagi, teman2 pambaca yang menaksjubkan.. saya postingkan rangkuman prinsip-prinsip komunikasi oleh anak Tpers UNJ 09 dalam buku Ilmu Komunik...
-
RESENSI Sesuai kata pertama slogan yang tertera di bawah Judul Novel “PUSPARATRI:Gairah Tarian Perempuan Kembang”. Novel ini begitu menggair...
Pengikut
Mengenai Saya
My Facebook
Testimoni
Tamu
11 Juli, 2010
TEORI KOMUNIKASI
10 Teori komunikasi :
1.Teori Interaksionisme Simbolik
Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para ahli di belakang perspektif ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863–1931), Charles Horton Cooley (1846–1929), yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata.
Interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Gagasan Teori Interaksionisme Simbolik Istilah paham interaksi menjadi sebuah label untuk sebuah pendekatan yang relatif khusus pada ilmu dari kehidupan kelompok manusia dan tingkah laku manusia.
Setiap isyarat non verbal (seperti body language, gerak fisik, baju, status, dll) dan pesan verbal (seperti kata-kata, suara, dll) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting (a significant symbol).
2.Teori Disonansi Kognitif
Teori yang dikemukakan oleh Leon Festinger ini berarti ketidaksesuaian antara aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Sebagai contoh, seorang pemuda yang sedang berkencan. Ketika dia asik berkencan dengan segala kegairahannya, ia sadar bahwa uang yang dikantongnya tidak memadai dengan perbuatannya terhadap pacarnya itu. Keterpautan perilaku dengan pengetahuan mengenai situasi keuangannya itu dinamakan disonansi.
Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya dengan jalan mengubah perilakunya, kepercayaannya atau opininya.
3.Teori Semiotika
Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali apa yang tersembunyi di balik bahasa. Terobosan penting dalam semiotika adalah digunakannya linguistik (mungkin ini lebih terasa beraroma Saussurean) sebagai model untuk diterapkan pada fenomena lain di luar bahasa. Saussure mendefinisikan semiotika sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Tanda merupakan istilah yang sangat penting, yang terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda mewakili elemen konsep atau makna. Keduanya merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan sebagaimana layaknya dua bidang pada sekeping mata uang. Kesatuan antara penanda dan petanda itulah yang disebut sebagai tanda. Pengaturan makna atas sebuah tanda dimungkinkan oleh adanya konvensi sosial di kalangan komunitas bahasa. Suatu kata mempunyai makna tertentu karena adanya kesepakatan bersama dalam komunitas bahasa.
Contohnya komunitas penulis karya sastra yang menggunakan sendiri gaya bahasa mereka, disinilah lahir konsep setrukturalisme antropologis yang mempercayai bahasa yang digunakan dalam suatu komunitas menggambarkan kondisi komunitas itu sendiri.
4.Model Agenda Setting
Teori ini menempatkan sebagai kemampuan media untuk mempengaruhi signifikan peristiwa dalam benak publik. McCombs & Shaw menyatakan bahwa fungsi penetapan agenda dari media menyebabkan korelasi antara media dan publik prioritas pemesanan. Dalam “Public Opinion Quarterly” terbitan tahun 1972, berjudul “The Agenda Setting Function of Mass Media”. Kedua pakar tersebut mengatakan bahwa “jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.”
Contohnya media memberikan pemberitaan tentang gempa yang terjadi di Sumatra Barat, yang terlalu sering menekankan pada kerugian yang terjadi di Kota Padang, padahal sebenarnya kerugian yang paling parah terjadi di Pariaman, sehingga masyarakat masih berasumsi kerusakan terpusat di Padang.
Contoh lain penyiaran berita yang dilakukan oleh SCTV selalu menyebutkan ‘Lumpur Sidoarjo’, bukan ‘Lumpur Lapindo’. Hal ini disebabkan karena pihak SCTV yang merupakan media massa memiliki kedekatan dengan perusahaan yang menyebabkan terjadinya luapan Lumpur di Sidoarjo, PT Lapindo Brantas. Dan jika kita ketahui, ternyata SCTV masih satu group dengan perusahaan-perusahaan Bakrie, pemilik PT Lapindo Brantas.
5.Teori Peluru atau Jarum Hipodermik
Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa yang oleh para teoritis komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory yang dapat diterjemahkan sebagai teori jarum hipodermik.
Wilbur Scramm pada tahun 1950-an itu menyatakan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi kepada khalayak yang pasif tidak berdaya. Tetapi ternyata khalayak yang menjadi sasaran media massa itu tidak pasif. Menurut Lazarsfeld khalayak yang diterpa peluru komunikasi ada kalanya efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak.
Teori ini mengajukan pandangan bahwa media massa memiliki pengaruh kuat pada audiens massa dan sengaja bisa mengubah atau kontrol masyarakat perilaku. Klapper (1960) dirumuskan beberapa generalisasi tentang efek media massa. Temuan penelitiannya adalah sebagai berikut: “Mass-media biasanya tidak melayani sebagai perlu dan cukup menimbulkan efek penonton, melainkan fungsi melalui mediasi perhubungan dari faktor-faktor dan pengaruh. Faktor mediasi ini membuat komunikasi massa sebagai agen sumbangan dalam proses memperkuat kondisi yang ada”.
Faktor penengah utama yang bertanggung jawab untuk mempertimbangkan fungsi dan efek komunikasi manusia:
•Eksposur selektif yaitu kecenderungan orang untuk mengekspos diri mereka kepada orang-orang komuniksai massa yang setuju dengan sikap dan kepentingan mereka.
•Selektif persepsi dan retensi yaitu kecenderungan orang untuk mengatur makna pesan komunikasi massa ke dalam sesuai dengan pandangan mereka yang sudah ada.
Contohnya tayangan smack down yang semula bertujuan sebagai acara hiburan, tetapi malah berdampak buruk kepada sebagian orang untuk meniru adegan yang terjadi.
6.Uses and Gratifications Model
Teori ini dikemukakan oleh Katz pada tahun 1970, berkaitan dengan bagaimana orang menggunakan media untuk pemuasan kebutuhan mereka. Dalam hierarki kebutuhan, ada lima tingkatan dalam bentuk piramida dengan kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian di pangkal dan semakin tinggi kebutuhan untuk memanjat piramida. Pemenuhan dari setiap tingkat yang lebih rendah harus mengarah pada individu mencari untuk memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya dan seterusnya sampai ia mencapai superior-paling membutuhkan aktualisasi.
Pada umumnya para peneliti telah menemukan empat jenis kepuasan:
1)Informasi: kita ingin mencari tahu tentang masyarakat dan dunia. Kita ingin memuaskan rasa ingin tahu kita.
2)Personal identity: kita dapat menonton televisi dalam rangka mencari model untuk perilaku kita. Jadi, misalnya, kita dapat mengidentifikasikan dengan karakter yang kita lihat dalam sebuah sabun.
3)Integrasi dan interaksi sosial: kita menggunakan media untuk mengetahui lebih lanjut tentang keadaan orang lain.
4)Hiburan: kadang-kadang kita hanya menggunakan media untuk kesenangan, relaksasi atau hanya untuk mengisi waktu.
Katz, Gurevitch & Hass menemukan bahwa media yang digunakan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan spesifik berikut:
•Kebutuhan kognitif (memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman)
•Kebutuhan afektif (emosional, pengalaman yang menyenangkan)
•Personal integratif kebutuhan (memperkuat citra diri)
•Kebutuhan integratif sosial (memperkuat citra diri)
•Melepaskan ketegangan kebutuhan (melarikan diri dan pengalihan)
Contohnya Kebanyakan perempuan yang melihat sinetron di televisi beralasan bahwa dengan melihat sinetron mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan melihat sinetron mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membaca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).
7.Spiral of Silence Teori
Dikemukakan oleh Elisabeth Noelle-Neumann, teori ini menyatakan bahwa media yang mempubikasikan pendapat arus utama dan orang-orang yang menyesuaikan pendapat mereka sesuai dengan persepsi mereka agar tidak terisolasi. Noelle-Newman (1984) menyatakan bahwa kekuatan media massa diperoleh dari: (1) kehadirannya di mana-mana (ubiquity); (2) pengulangan pesan yang sama dalam suatu waktu (kumulasi); dan (3) konsensus (konsonan) tentang nilai-nilai kiri di antara mereka yang bekerja dalam media massa, yang kemudian direfleksikan dalam isi media massa.Bukti-bukti yang diungkapkan oleh Noelle-Newmann (1980, 1981) diperoleh dari Jerman Barat, meskipun ia menyatakan bahwa “konsonan” itu iuga berlaku bagi demokrasi parlementer Barat dan sistem media yang dikontrol pemerintah. Tidaklah jelas apakah ia juga akan memperluas teorinya agar mencakup negara-negara yang sedang berkembang. Namun untuk kasus di Indonesia, masa peralihan pemerintahan Megawati ke Susilo Bambang Yudhoyono memiliki sisi-sisi yang cukup relevan dengan asumsi teori ini.
Contoh yang paling sering terjadi adalah ketika seorang yang berada dalam satu kelompok tertentu memiliki pendapat yang berbeda dari anggota-anggota kelompoknya yang lain, seperti misalnya si A menjadi bagian dari klub basket. Semua anggota kelompok yang lain memutuskan untuk membuat seragam tim yang baru, namun karena si A ini tidak memiliki uang yang cukup maka ia tidak menyetujuinya. Pada mulanya mungkin ia akan mengutarakan pendapatnya, tetapi lama-kelamaan pendapat itu akan hilang seiring ketakutan yang ia rasakan akan isolasi dari klub basketnya. Hal tersebutlah yang dinamakan Spiral of Silence.
8.Media Dependency Theory
Menurut Ball-Rokeach dan DeFleur, gagasan kunci di belakang ini adalah bahwa khalayak tergantung pada informasi media untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, dan lembaga-lembaga sosial dan sistem media berinteraksi dengan penonton untuk mencapai kebutuhan, minat, dan motif dalam pribadi. Menurut DeFleur komunikasi bukanlah pemindahan makna, melainkan komunikasi terjadi lewat operasi seperangkat komponen dalam suatu sistem teoritis, yang konsekuensinya adalah isomorfisme diantara respon internal (makna) terhadap seperangkat simbol tertentu pada pihak pengirim dan penerima. Isomorfisme makna menunjuk pada upaya membuat makna terkoordinasikan antara pengirim dan khalayak.
Contoh Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal.
•Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Sebagai contoh, bila anda menyukai gosip, anda akan membeli tabloid gosip dibandingkan membeli koran Kompas, dimana porsi gosip tentang artis hanya disediakan pada dua kolom di halaman belakang, tetapi orang yang tidak menyukai gosip mungkin tidak tahu bahwa tabloid gosip kesukaan anda, katakanlah acara Cek dan ricek, itu ada, ia pikir cek dan ricek itu hanya acara di televisi, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang artis di dua kolom halaman belakang Kompas.
•Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.
9.Difusi Inovasi Teori
Dipelopori pada tahun 1943 oleh Bryce Ryan dan Neill Gross dari Iowa State University teori ini melalui proses dimana suatu ide atau praktek baru dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu diantara anggota suatu sistem sosial.
Di antara pemikiran-pemikiran para pakar, Everett M. Rogers yang menulis buku berjudul “Diffusion of Innovations” dan “Communication Technology, The New Media in Society”, mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi di komunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian yang sama.
Contohnya keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa, kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti, dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk.
10.Teori Belajar Sosial
Dirumuskan oleh Albert Bandura di Stanford University, ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa memberikan kesempatan penonton untuk mengidentifikasi dengan karakter yang menarik menunjukkan perilaku, melibatkan emosi, dan memungkinkan latihan mental dan pemodelan perilaku baru.
Baron dan Davis (2000) menggolongkan teori-teori komunikasi massa menjadi tiga kategor:
1)Mikroskopik teori-teori yang berfokus pada kehidupan sehari-hari orang-orang yang memproses informasi. Misalnya, menggunakan dan pemenuhan kepuasan, penonton aktif teori, dan penerimaan studi.
2)Kisaran tengah teori-teori yang mendukung efek terbatas perspektif media. Misalnya, teori arus informasi, teori difusi.
3)Makroskopik teori-teori yang berkaitan dengan dampak media budaya dan masyarakat. Misalnya, teori studi budaya.
Contohnya seseorang yang mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang mengerikan maka ia berdesis, menyeringai bahkan sampai menangis ikut merasakan penderitaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Drs. Elvinaro dan Dra. Lukiati Erdinaya. 2005. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rektama Media.
Effendy, Prof. Onong Uhcjana, M.A. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Mulyana, Deddy, M.A., Ph.D. 2004. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Disusun Oleh : Eka Helena Gullo, Putri Marstiana dan Tedhy Vrihatnolo
1.Teori Interaksionisme Simbolik
Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para ahli di belakang perspektif ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863–1931), Charles Horton Cooley (1846–1929), yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata.
Interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Gagasan Teori Interaksionisme Simbolik Istilah paham interaksi menjadi sebuah label untuk sebuah pendekatan yang relatif khusus pada ilmu dari kehidupan kelompok manusia dan tingkah laku manusia.
Setiap isyarat non verbal (seperti body language, gerak fisik, baju, status, dll) dan pesan verbal (seperti kata-kata, suara, dll) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting (a significant symbol).
2.Teori Disonansi Kognitif
Teori yang dikemukakan oleh Leon Festinger ini berarti ketidaksesuaian antara aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Sebagai contoh, seorang pemuda yang sedang berkencan. Ketika dia asik berkencan dengan segala kegairahannya, ia sadar bahwa uang yang dikantongnya tidak memadai dengan perbuatannya terhadap pacarnya itu. Keterpautan perilaku dengan pengetahuan mengenai situasi keuangannya itu dinamakan disonansi.
Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya dengan jalan mengubah perilakunya, kepercayaannya atau opininya.
3.Teori Semiotika
Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali apa yang tersembunyi di balik bahasa. Terobosan penting dalam semiotika adalah digunakannya linguistik (mungkin ini lebih terasa beraroma Saussurean) sebagai model untuk diterapkan pada fenomena lain di luar bahasa. Saussure mendefinisikan semiotika sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Tanda merupakan istilah yang sangat penting, yang terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda mewakili elemen konsep atau makna. Keduanya merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan sebagaimana layaknya dua bidang pada sekeping mata uang. Kesatuan antara penanda dan petanda itulah yang disebut sebagai tanda. Pengaturan makna atas sebuah tanda dimungkinkan oleh adanya konvensi sosial di kalangan komunitas bahasa. Suatu kata mempunyai makna tertentu karena adanya kesepakatan bersama dalam komunitas bahasa.
Contohnya komunitas penulis karya sastra yang menggunakan sendiri gaya bahasa mereka, disinilah lahir konsep setrukturalisme antropologis yang mempercayai bahasa yang digunakan dalam suatu komunitas menggambarkan kondisi komunitas itu sendiri.
4.Model Agenda Setting
Teori ini menempatkan sebagai kemampuan media untuk mempengaruhi signifikan peristiwa dalam benak publik. McCombs & Shaw menyatakan bahwa fungsi penetapan agenda dari media menyebabkan korelasi antara media dan publik prioritas pemesanan. Dalam “Public Opinion Quarterly” terbitan tahun 1972, berjudul “The Agenda Setting Function of Mass Media”. Kedua pakar tersebut mengatakan bahwa “jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.”
Contohnya media memberikan pemberitaan tentang gempa yang terjadi di Sumatra Barat, yang terlalu sering menekankan pada kerugian yang terjadi di Kota Padang, padahal sebenarnya kerugian yang paling parah terjadi di Pariaman, sehingga masyarakat masih berasumsi kerusakan terpusat di Padang.
Contoh lain penyiaran berita yang dilakukan oleh SCTV selalu menyebutkan ‘Lumpur Sidoarjo’, bukan ‘Lumpur Lapindo’. Hal ini disebabkan karena pihak SCTV yang merupakan media massa memiliki kedekatan dengan perusahaan yang menyebabkan terjadinya luapan Lumpur di Sidoarjo, PT Lapindo Brantas. Dan jika kita ketahui, ternyata SCTV masih satu group dengan perusahaan-perusahaan Bakrie, pemilik PT Lapindo Brantas.
5.Teori Peluru atau Jarum Hipodermik
Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa yang oleh para teoritis komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory yang dapat diterjemahkan sebagai teori jarum hipodermik.
Wilbur Scramm pada tahun 1950-an itu menyatakan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi kepada khalayak yang pasif tidak berdaya. Tetapi ternyata khalayak yang menjadi sasaran media massa itu tidak pasif. Menurut Lazarsfeld khalayak yang diterpa peluru komunikasi ada kalanya efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak.
Teori ini mengajukan pandangan bahwa media massa memiliki pengaruh kuat pada audiens massa dan sengaja bisa mengubah atau kontrol masyarakat perilaku. Klapper (1960) dirumuskan beberapa generalisasi tentang efek media massa. Temuan penelitiannya adalah sebagai berikut: “Mass-media biasanya tidak melayani sebagai perlu dan cukup menimbulkan efek penonton, melainkan fungsi melalui mediasi perhubungan dari faktor-faktor dan pengaruh. Faktor mediasi ini membuat komunikasi massa sebagai agen sumbangan dalam proses memperkuat kondisi yang ada”.
Faktor penengah utama yang bertanggung jawab untuk mempertimbangkan fungsi dan efek komunikasi manusia:
•Eksposur selektif yaitu kecenderungan orang untuk mengekspos diri mereka kepada orang-orang komuniksai massa yang setuju dengan sikap dan kepentingan mereka.
•Selektif persepsi dan retensi yaitu kecenderungan orang untuk mengatur makna pesan komunikasi massa ke dalam sesuai dengan pandangan mereka yang sudah ada.
Contohnya tayangan smack down yang semula bertujuan sebagai acara hiburan, tetapi malah berdampak buruk kepada sebagian orang untuk meniru adegan yang terjadi.
6.Uses and Gratifications Model
Teori ini dikemukakan oleh Katz pada tahun 1970, berkaitan dengan bagaimana orang menggunakan media untuk pemuasan kebutuhan mereka. Dalam hierarki kebutuhan, ada lima tingkatan dalam bentuk piramida dengan kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian di pangkal dan semakin tinggi kebutuhan untuk memanjat piramida. Pemenuhan dari setiap tingkat yang lebih rendah harus mengarah pada individu mencari untuk memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya dan seterusnya sampai ia mencapai superior-paling membutuhkan aktualisasi.
Pada umumnya para peneliti telah menemukan empat jenis kepuasan:
1)Informasi: kita ingin mencari tahu tentang masyarakat dan dunia. Kita ingin memuaskan rasa ingin tahu kita.
2)Personal identity: kita dapat menonton televisi dalam rangka mencari model untuk perilaku kita. Jadi, misalnya, kita dapat mengidentifikasikan dengan karakter yang kita lihat dalam sebuah sabun.
3)Integrasi dan interaksi sosial: kita menggunakan media untuk mengetahui lebih lanjut tentang keadaan orang lain.
4)Hiburan: kadang-kadang kita hanya menggunakan media untuk kesenangan, relaksasi atau hanya untuk mengisi waktu.
Katz, Gurevitch & Hass menemukan bahwa media yang digunakan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan spesifik berikut:
•Kebutuhan kognitif (memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman)
•Kebutuhan afektif (emosional, pengalaman yang menyenangkan)
•Personal integratif kebutuhan (memperkuat citra diri)
•Kebutuhan integratif sosial (memperkuat citra diri)
•Melepaskan ketegangan kebutuhan (melarikan diri dan pengalihan)
Contohnya Kebanyakan perempuan yang melihat sinetron di televisi beralasan bahwa dengan melihat sinetron mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan melihat sinetron mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membaca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).
7.Spiral of Silence Teori
Dikemukakan oleh Elisabeth Noelle-Neumann, teori ini menyatakan bahwa media yang mempubikasikan pendapat arus utama dan orang-orang yang menyesuaikan pendapat mereka sesuai dengan persepsi mereka agar tidak terisolasi. Noelle-Newman (1984) menyatakan bahwa kekuatan media massa diperoleh dari: (1) kehadirannya di mana-mana (ubiquity); (2) pengulangan pesan yang sama dalam suatu waktu (kumulasi); dan (3) konsensus (konsonan) tentang nilai-nilai kiri di antara mereka yang bekerja dalam media massa, yang kemudian direfleksikan dalam isi media massa.Bukti-bukti yang diungkapkan oleh Noelle-Newmann (1980, 1981) diperoleh dari Jerman Barat, meskipun ia menyatakan bahwa “konsonan” itu iuga berlaku bagi demokrasi parlementer Barat dan sistem media yang dikontrol pemerintah. Tidaklah jelas apakah ia juga akan memperluas teorinya agar mencakup negara-negara yang sedang berkembang. Namun untuk kasus di Indonesia, masa peralihan pemerintahan Megawati ke Susilo Bambang Yudhoyono memiliki sisi-sisi yang cukup relevan dengan asumsi teori ini.
Contoh yang paling sering terjadi adalah ketika seorang yang berada dalam satu kelompok tertentu memiliki pendapat yang berbeda dari anggota-anggota kelompoknya yang lain, seperti misalnya si A menjadi bagian dari klub basket. Semua anggota kelompok yang lain memutuskan untuk membuat seragam tim yang baru, namun karena si A ini tidak memiliki uang yang cukup maka ia tidak menyetujuinya. Pada mulanya mungkin ia akan mengutarakan pendapatnya, tetapi lama-kelamaan pendapat itu akan hilang seiring ketakutan yang ia rasakan akan isolasi dari klub basketnya. Hal tersebutlah yang dinamakan Spiral of Silence.
8.Media Dependency Theory
Menurut Ball-Rokeach dan DeFleur, gagasan kunci di belakang ini adalah bahwa khalayak tergantung pada informasi media untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, dan lembaga-lembaga sosial dan sistem media berinteraksi dengan penonton untuk mencapai kebutuhan, minat, dan motif dalam pribadi. Menurut DeFleur komunikasi bukanlah pemindahan makna, melainkan komunikasi terjadi lewat operasi seperangkat komponen dalam suatu sistem teoritis, yang konsekuensinya adalah isomorfisme diantara respon internal (makna) terhadap seperangkat simbol tertentu pada pihak pengirim dan penerima. Isomorfisme makna menunjuk pada upaya membuat makna terkoordinasikan antara pengirim dan khalayak.
Contoh Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal.
•Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Sebagai contoh, bila anda menyukai gosip, anda akan membeli tabloid gosip dibandingkan membeli koran Kompas, dimana porsi gosip tentang artis hanya disediakan pada dua kolom di halaman belakang, tetapi orang yang tidak menyukai gosip mungkin tidak tahu bahwa tabloid gosip kesukaan anda, katakanlah acara Cek dan ricek, itu ada, ia pikir cek dan ricek itu hanya acara di televisi, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang artis di dua kolom halaman belakang Kompas.
•Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.
9.Difusi Inovasi Teori
Dipelopori pada tahun 1943 oleh Bryce Ryan dan Neill Gross dari Iowa State University teori ini melalui proses dimana suatu ide atau praktek baru dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu diantara anggota suatu sistem sosial.
Di antara pemikiran-pemikiran para pakar, Everett M. Rogers yang menulis buku berjudul “Diffusion of Innovations” dan “Communication Technology, The New Media in Society”, mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi di komunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian yang sama.
Contohnya keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa, kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti, dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk.
10.Teori Belajar Sosial
Dirumuskan oleh Albert Bandura di Stanford University, ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa memberikan kesempatan penonton untuk mengidentifikasi dengan karakter yang menarik menunjukkan perilaku, melibatkan emosi, dan memungkinkan latihan mental dan pemodelan perilaku baru.
Baron dan Davis (2000) menggolongkan teori-teori komunikasi massa menjadi tiga kategor:
1)Mikroskopik teori-teori yang berfokus pada kehidupan sehari-hari orang-orang yang memproses informasi. Misalnya, menggunakan dan pemenuhan kepuasan, penonton aktif teori, dan penerimaan studi.
2)Kisaran tengah teori-teori yang mendukung efek terbatas perspektif media. Misalnya, teori arus informasi, teori difusi.
3)Makroskopik teori-teori yang berkaitan dengan dampak media budaya dan masyarakat. Misalnya, teori studi budaya.
Contohnya seseorang yang mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang mengerikan maka ia berdesis, menyeringai bahkan sampai menangis ikut merasakan penderitaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Drs. Elvinaro dan Dra. Lukiati Erdinaya. 2005. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rektama Media.
Effendy, Prof. Onong Uhcjana, M.A. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Mulyana, Deddy, M.A., Ph.D. 2004. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Disusun Oleh : Eka Helena Gullo, Putri Marstiana dan Tedhy Vrihatnolo
Label:
komunikasi,
Teori
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar